Teks
: Kejadian 6-10.
Senyuman Allah adalah tujuan hidup
kita manusia. Karena menyenangkan Allah
adalah tujuan pertama hidup kita, maka tugas terpenting Anda ialah menemukan
bagaimana melakukannya. Alkitab berkata,
“berusahalah
mengenal apa yang menyenangkan hati Kristus, lalu lakukanlah itu.”[1] Untunglah,
Alkitab memberi kita satu teladan yang jelas tentang sebuah kehidupan yang
memberikan kesenangan bagi Allah.
Namanya adalah Nuh.
Pada zaman Nuh, seluruh dunia telah
rusak secara moral. Setiap orang hidup
bagi kesenangan mereka sendiri, bukan kesenangan Allah. Allah tidak menemukan seorang pun di bumi
yang tertarik untuk menyenangkan Dia, sehingga Allah berdukacita dan menyesal
telah menciptakan manusia. Allah begitu
jijik terhadap umat manusia sehingga Dia berencana untuk memusnahkan
manusia. Akan tetapi, hanya ada satu
manusia yang membuat Allah tersenyum.
Alkitab berkata, “Tetapi Nuh sangat
menyenangkan hati Tuhan.”[2]
Allah berkata, “orang ini mendatangkan
kesenangan bagi-Ku. Dia membuat-Ku tersenyum.
Aku akan memulai lagi dengan keluarganya.” Karena Nuh mendatangkan kesenangan bagi Allah,
Anda dan saya dapat hidup sampai saat ini.
Dari kehidupannya
kita melihat bahwa ada lima hal yang membuat Allah tersenyum.
- Allah tersenyum bila kita mengasihi Dia di atas segalanya.
Nuh mengasihi Allah lebih dari segala yang
lain di dunia, bahkan ketika tidak seorang pun mengasihi Allah ! Alkitab memberitahu kita bahwa sepanjang
hidupnya, “Nuh
senantiasa mengikuti kehendak Allah dan hidup dalam hubungan yang erat dengan
Dia.”[3]
Inilah
yang paling Allah inginkan dari kita yaitu suatu hubungan. Inilah kebenaran yang paling menakjubkan di
alam semesta, bahwa Pencipta kita ingin bersekutu dengan kita. Allah menciptakan kita untuk mengasihi kita,
dan Dia rindu agar kita membalas mengasihi Dia.
Allah berfirman, “ Aku tidak mengingini kurban-kurbanmu; Aku menginginkan
kasihmu. Aku tidak mengingini
persembahan-persembahanmu; yang kuingini ialah agar kamu mengenal Aku.”[4]
Allah
benar-benar kita dan sebaliknya Ia ingin kita mengasihi Dia. Dia rindu agar kita mengenal Dia dan menghabiskan
waktu bersama-Nya. Inilah sebabnya
belajar untuk mengasihi Allah dan dikasihi oleh-Nya seharusnya menjadi tujuan
hidup kita. Tidak ada hal lain yang bisa
menandingi pentingnya hal tersebut.
Yesus menyebutnya hukum yang terutama.
Dia berkata, “ Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.”[5]
- Allah tersenyum ketika kita mempercayai Dia sepenuhnya.
Alasan kedua Nuh menyenangkan Allah karena
dia mempercayai Allah, bahkan ketika hal tersebut tidak masuk akal. Alkitab berkata, “ Karena iman, Nuh membangun bahtera di
tengah-tengah tanah kering. Ia
diperingatkan tentang sesuatu yang tidak kelihatan, lalu ia bertindak sesuai
dengan apa yang disuruhkan kepadanya,. . .
sebagai hasilnya, Nuh menjadi akrab dengan Allah.”[6]
Bayangkan situasi ini : suatu hari Allah
mendatangi Nuh dan berkata, “Aku kecewa dengan umat manusia. Di seluruh dunia, tidak seorang pun kecuali
kau yang memikirkan-Ku. Tetapi Nuh,
ketika Aku melihatmu, Aku mulai tersenyum.
Aku senang dengan hidupmu, jadi Aku akan meliputi dunia dengan air bah
dan memulai kembali dengan keluargamu.
Aku ingin kau membangun sebuah perahu raksasa yang akan menyelamatkanmu
beserta binatang-binatang.”
Ada tiga masalah yang bisa
menyebabkan Nuh bimbang.
·
Nuh
tidak pernah melihat hujan, karena sebelum air bah, Allah mengairi bumi dari
dasar bumi.[7]
·
Nuh
hidup ratusan mil dari samudra terdekat.
Meskipun dia bisa belajar
membangun bahtera, bagaimana dia bisa membawanya ke air ?
·
Ada
masalah dalam mengumpulkan seluruh binatang dan kemudian memeliharanya.
Tetapi Nuh tidak mengeluh atau membuat
alasan. Dia mempercayai Allah
sepenuhnya, dan hal tersebut membuat Allah tersenyum. Mempercayai Allah sepenuhnya berarti memiliki
iman bahwa Dia tahu apa yang terbaik bagi kehidupan kita. Kita mengharap agar Dia memelihara
janji-janji-Nya, membantu kita dengan masalah-masalah, dan melakukan hal yang
mustahil bila perlu. Alkitab berkata, “Tuhan senang
kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan
kasih setia-Nya.”[8]
Nuh memerlukan 120 tahun untuk membangun
bahtera tersebut. Saya membayangkan
bahwa dia menghadapi banyak hari yang melemahkan. Tanpa adanya tanda hujan tahun demi tahun,
dia dengan kasat dikritik sebagai “seorang yang
gila yang berpikir bahwa Allah berbicara kepadanya.” Saya membayangkan anak-anaknya seringkali malu
dengan perahu raksasa yang sedang dibangun di halaman depan. Namun, Nuh tetap mempercayai Allah.
Dalam bidang kehidupan kita yang manakah
kita perlu mempercayai Allah sepenuhnya ?
percaya adalah tindakan penyembahan.
Sama seperti orangtua disenangkan ketika anak-anak mempercayai kasih dan
hikmat mereka, iman kita membuat Allah senang.
Alkitab berkata, “tanpa iman,
tidak dapat seorang pun dapat menyenangkan hati Allah.” [9]
- Allah tersenyum ketika kita menaati Dia dengan sepenuh hati.
Menyelamatkan populasi binatang dari air
bah yang melanda seluruh dunia membutuhkan perhatian besar terhadap logistik
dan rincian. Segala sesuatu harus
dikerjakan sama seperti yang Allah
tentukan. Allah tidak berkata,
“Bangunlah sebuah perahu tua yang kauinginkan, Nuh.” Dia memberi petunjuk yang sangat rinci dalam
ha ukuran, bentuk, dan bahan bahterah itu serta jumlah yang berbeda dari
binatang-binatang yang akan dibawa dalam bahtera. Alkitab memberi tahu kita tentang tanggapan
Nuh: “Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang
diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.”[10]
Perhatikan bahwa Nuh taat sepenuhnya (tidak
ada petunjuk yang diabaikan), dan dia menaati dengan tepat (dalam cara dan
waktu yang Allah inginkan agar bahterah itu selesai). Inilah artinya sepenuh hati. Tidak diragukan lagi Allah tersenyum kepada
Nuh.
Andaikata Allah meminta kita untuk
membangun sebuah perahu besar, tidaklah kita berpikir bahwa kita mungkin
memiliki beberapa pertanyaan, keberatan, atau keengganan? Nuh tidak.
Dia menaati Allah dengan segenap hati.
Itu berarti mengerjakan apapun yang Allah minta tanpa keengganan atau
keraguan. Kita tidak menunda dan
berkata, “Saya akan mendoakannya.” Kita
melakukannya tanpa penundaan. Setiap
orang tua tahu bahwa ketaatan yang ditunda sebetulnya merupakan ketidaktaatan.
[1] Efesus 5:10,
terjemahan The Message (Colorado Springs: Navpres, 1993).
[2] Kejadian 6:8, Firman
Allah yang Hidup.
[3] Kejadian 6:9b, New Living translation.
[4] Hosea 6:6, FAYH.
[5] Matius 22:37-38.
[6] Ibrani 11:7, Msg.
[7] Kejadian 2:5-6.
[8] Mazmur 141:11
[9] Ibrani 11:6 (BIS)
[10]
Kejadian 6:22; lihat juga Ibrani 11:7b.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar