Senin, 17 Oktober 2011

SANG SENIMAN


Tidak ada bentuk. Kosong. Gelap gulita. Sang Seniman melayang-layang di atas permukaan air.
"Terang!" Bisik Sang Seniman mulai berkarya. Zap! Terang menyeruak, gelap terpisah.
"Cakrawala!" Boom! Terciptalah air di atas dan air di bawah. Terciptalah langit. Terciptalah laut.
"Tumbuhan!" Kreeeaaakk!! Tunas-tunas keluar dari tanah. Akar-akar mencengkeram bumi. Buah-buah ranum menghias. Rumput tergelar. Daun melambai.
"Matahari!" Berkuasa di siang. "Bulan!" Berkuasa di malam. "Bintang!" Klap! Blas! Blas! Tap! Wuzz!
"Binatang!" Cit-cit.. Auuum!..Mbeeek!...Meong!..Guk-guk!..Shhh..Mooo!
Sunyi.
Sang Seniman yang tidak kasat mata itu kelihatan asyik dan sibuk bermain tanah. Kali ini IA meluangkan banyak waktu untuk berkarya. Asyik. Serius. Singa menengok. Jerapah diam. Gajah melotot takjub. Burung-burung saling berbisik, "Apa yang sedang dibuatNya?"
Awan berhenti,"suatu binatang?" Pohon tak bergeming,"... atau tumbuhan?" Laut tertegun,"...gunung?" Shhhh...wuuzz..angin hangat bertiup melambaikan dedaunan. NafasNya.
DilihatNya karyaNya. DisentuhNya bagian pipi biar ada tawa. DitaburNya kerlap-kerlip dalam matanya. DitiupkanNya kehendak. Pikiran. Keinginan. Free will. Logika. Kesadaran. Roh. Sang Seniman melipat tanganNya. JariNya mengelus-elus daguNya. MataNya dipicingkan ...mengamati mahakaryaNya. CitraNya. "Bagus!" kataNya mantap.
IA pun berjalan bersamanya di taman penuh bunga. Tawa polos. Murni. Bermain cipratan air sungai. Hidup tidak ada habisnya.
Lalu... ada pohon. Ada buah. Ada bujukan. Ada ketidaktaatan. Ada bohong. Ada malu. Ada saling menyalahkan. Kehendak disalahgunakan. Kemerdekaan diumbar. Kematian menerobos masuk dengan leluasa. Sang Seniman marah. Terlebih lagi: Sedih. Air Mata. Tembok transparan itu muncul dari tanah. Sang Seniman terpisah dengan mahakaryaNya.
Kuasa berganti kelemahan. Kepolosan berganti geram. Sahabat berganti musuh. Derita. Kerja keras. Sakit. Takut. ..Neraka.
Sang Seniman masih mencintai citraNya. Selalu mencintainya. IA rindu. IA mencari.
"Abraham! Kau akan kujadikan bapa segala bangsa! Katakan pada mereka semua bahwa AKU mencintai dan merindukan mereka!"
"Musa! Bawa keluar umatKU! Katakan AKU rindu dan mencintai mereka!"
"Yosua! Pimpin orang-orangKU! Katakan. AKU rindu. Katakan AKU cinta!"
"Daud! Jadilah raja atas umatKU. Dan katakan ... AKU rindu. AKU cinta.."
"Yeremia! Gideon! Hosea! Nehemia! Katakan AKU merindukan kembali hubungan seperti dulu. AKU mencintai mereka."
Pemberontakan. Korban. Pembebasan. Pemberontakan. Korban. Pembebasan. Pemberontakan. Korban. Pembebasan ... terus berputar.
Sang Seniman terdiam. IA hendak berkarya lagi. Singgasana tempat IA duduk terlihat kosong. Malaikat tertunduk. IA turun. IA turun!
Gadis perawan tak tersentuh....kaget. Telur tiba-tiba tercipta. Rahim murni bergerak. IA mulai berkarya. Tapi bukan lagi membentuk citraNya. IA membentuk diriNya sendiri. Sebuah tubuh. Roh tak terbatas dibatasi daging. Kemuliaan bertengkorak. Kemahakuasaan ditumbuhi rambut. Gigi. Kelopak mata. Kuku jari. Rusuk. Ginjal. Paru-paru. Bola mata. Garis-garis kening.
Sekali lagi: IA berjalan dengan karyaNya. Di taman. Tapi kali ini tamannya bukan lagi berbunga, tapi berduri, menusuk. Cipratan air bukan lagi karena bermain tapi ludah di mukaNya. Tawa bukan karena sukacita tapi olok-olok. Pahit. Babak belur. Sakit. Kotor. Darah.
Lalu ... ada pohon. Ditebang. Dibentuk salib. Diikat. Dipaku. Digantung. Dikotori darah. Direntangkan ... dijadikan jembatan. Diayunkan ... merobohkan tembok transparan. Sang Seniman melipat tangan. JariNya mengelus-elus dagu. MataNya memicing. Kini IA sekali lagi berkata, "Bagus !"
Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. (I Korintus 15:21)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar