Kamis, 29 September 2011

SANGKAR BURUNG


Suatu hari, seorang lelaki tua mengamati seorang anak yang sedang membawa sangkar berisi banyak burung. Lalu ia bertanya, 
"Di mana kamu mendapatkan burung-burung tersebut, Nak?"
"Saya menangkap mereka sendiri," anak itu menjawab.
"Apa yang akan kamu lakukan dengan mereka?" tanya lelaki tua itu.
"Saya akan bermain dengan mereka," jawab anak itu.
"Lalu setelah itu, apa yang akan kamu lakukan?" tanya lelaki tua itu. 
"Saya mungkin akan memberi mereka kepada kucing-kucing untuk dimakan."
"Berapa besar kamu mau untuk burung-burung tersebut?" tanyanya lagi.
"Oh, Anda tidak mungkin mau membelinya. Mereka hanyalah burung-burung biasa yang bisa ditemukan di padang," kata anak itu.
"Jadi berapa kamu mau?" lelaki tua itu memaksa.
Akhirnya, anak itu setuju untuk menjual burung-burung tersebut dengan sejumlah uang dan sangkar burung itu diberikan ke lelaki tua tersebut. Ia mengambil sangkar itu dan pergi ke jalan yang sepi dan tenang. Ketika ia melihat tidak ada orang yang melihat, ia membuka sangkar itu dan melepaskan semua burung-burung tersebut ke udara.
Suatu hari, Tuhan bertemu Iblis meninggalkan Taman Eden dengan sangkar besar yang penuh berisi manusia.
"Di mana kamu mendapatkan orang-orang ini?" Tuhan bertanya.
"Saya menangkap mereka," jawab Iblis.
"Apa yang akan kamu lakukan dengan mereka?" tanya Tuhan.
"Saya akan bermain dengan mereka," Iblis menjawab.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan terhadap mereka?" tanya Tuhan lagi.
"Saya akan membunuh mereka," jawab Iblis lagi.
"Berapa besar yang kamu mau untuk mereka?" Tuhan bertanya.
Iblis berpikir sebentar lalu berbisik, "Kamu harus membayarnya dengan semua airmata yang dapat kamu tangisi, dan semua darah yang dapat kamu curahkan."
Tuhan setuju dan sangkar itu berpindah tangan. Tiga hari setelah airmata dan darah dicurahkan, ketika tidak ada seorangpun yang melihat, di suatu gua yang sepi dan tenang, Tuhan membebaskan manusia! 

Minggu, 25 September 2011

SATU GELAS SUSU


Suatu hari seorang bocah perempuan miskin sedang berjualan dari rumah ke rumah demi membiayai sekolahnya. Ia merasa lapar dan haus, tapi sayangnya ia hanya mempunyai sedikit sekali uang. Anak itu memutuskan untuk meminta makanan dari rumah terdekat. Tetapi, saat seorang gadis muda membukakan pintu, ia kehilangan keberaniannya.
Akhirnya ia hanya meminta segelas air putih untuk menawarkan dahaga. Gadis muda itu berpikir pastilah anak ini merasa lapar, maka dibawakannyalah segelas besar susu untuk anak tersebut. Ia meminumnya perlahan, kemudian bertanya, "Berapa saya berhutang kepada anda ?"
"Kamu tidak berhutang apapun kepada saya," jawabnya. "Ibuku mengajarkan untuk tidak menerima bayaran untuk perbuatan baik yang kami lakukan."
Anak itu menjawab, "Kalau begitu, saya hanya bisa mengucapkan terima kasih dari lubuk hati saya yang terdalam."
Saat Howard Kelly bocah kecil yang miskin itu meninggalkan rumah tersebut, dia bukan hanya merasa badannya lebih segar, tetapi keyakinannya pada Tuhan dan sesama manusia menjadi lebih kuat. Sebelumnya dia sudah merasa putus asa dan hampir menyerah.
Tahun demi tahun berlalu. Suatu hari ada seorang wanita muda mengalami sakit parah. Dokter yang menanganinya merasa bingung dan akhirnya mengirim wanita itu ke kota besar untuk mendapatkan pertolongan spesialis.
Dr. Howard Kelly dipanggil untuk berkonsultasi. Ketika ia mendengar nama kota tempat asal si pasien, ia segera pergi ke kamar tempat dimana wanita tersebut di rawat. Ia langsung mengenali wanita tersebut dan memutuskan untuk melakukan hal terbaik yang bisa ia usahakan untuk menolongnya. Sejak hari itu, ia memberikan perhatian khusus pada kasus ini. Setelah melewati perjuangan panjang, peperangan-pun dapat dimenangkan.
Dr. Kelly dipanggil oleh pihak administrasi untuk menandatangani kuitansi biaya yang harus dibayarkan oleh si wanita kepadanya. Ia melihat kepada kuitansi tersebut, dan kemudian menuliskan sesuatu. Kuintansi tersebut lalu dikirim ke kamar perawatan si wanita. Wanita tersebut merasa takut untuk membukanya, karena ia merasa yakin bahwa ia tidak akan mampu membayarnya. Akhirnya dengan menguatkan hati, ia melihat ke kuintansi tersebut. Sebuah tulisan pada kuitansi telah menarik perhatiannya.
Ia membaca tulisan itu
"TELAH DIBAYAR PENUH DENGAN SATU GELAS SUSU."
Tertanda,
Dr. Howard Kelly.
Air mata mengalir dari matanya saat hatinya yang bahagia mengucapkan doa dan pujian: "Terima kasih Tuhan, kasihMu telah memancar melalui hati dan tangan manusia." 

Kamis, 22 September 2011

SUARA TUHAN


Seorang pria muda tengah mengikuti Studi Alkitab hari rabu malam. Pendeta sedang membagikan pengalaman tentang mendengarkan Allah dan mematuhi suara Tuhan.
Pria muda itu tidak tahan namun berpikir,"Apa Tuhan masih berbicara pada orang-orang?" Setelah acara selesai, ia pergi keluar bersama beberapa teman untuk ngopi dan makan kue dan mendiskusikan pengalaman pendeta tadi. Beberapa teman lain berbicara tentang bagaimana Tuhan memimpin mereka dengan cara yang berbeda.
Kira-kira jam 10, ketika pria muda itu mulai mengendarai mobilnya untuk pulang. Sambil duduk dijok mobilnya, ia mulai berdoa, "Tuhan... jika Engkau masih berbicara pada orang-orang, bicaralah padaku, aku akan mendengarkan, aku akan lakukan yang terbaik untuk mematuhinya".
Sementara ia mengendarai ke jalan raya dikota, tiba-tiba ia mempunyai pikiran yang sangat aneh untuk berhenti dan membeli segalon susu. Ia menggelengkan kepalanya dan berkata lantang, "Tuhan, Engkaukah itu?" Ia tidak mendapat jawaban dan mulai meneruskan perjalanan pulang. Tapi sekali lagi dipikirannya, beli 1 galon susu. Pria muda itu berpikir tentang Samuel dan bagaimana ia tidak mengenali suara Tuhan, dan bagaimana ia berlari mendapati Eli.
"Baik Tuhan, seandainya itu Engkau, saya akan beli susunya"
Sepertinya tidak sulit untuk sebuah ujian kepatuhan, karena ia selalu dapat memakai susu itu. Iapun berhenti dan membeli segalon susu dan meneruskan perjalanan pulang. Sementara ia menelusuri persimpangan jalan Seventh, ia kembali merasa ada keinginan besar dihatinya, "Belok ke jalan itu".
Ini gila pikirnya, ia terus mengendarai melewati persimpangan itu. Kemudian, ia merasa bahwa ia harus belok ke Jalan Seventh. Di persimpangan berikutnya, ia berputar kembali dan menuju ke Jalan Seventh.
Setengah bergurau, ia berkata dengan lantang,"Baik Tuhan, akan kulakukan".
Ia melewati beberapa block, ketika tiba-tiba, ia merasa harus berhenti. Ia mendekati pinggiran jalan dan melihat sekeliling. Ia berada di kota semi area perdagangan. Bukan lingkungan yang terbaik, tapi juga bukan yang terburuk. Aktivitas bisnis sudah tutup dan sebagian besar rumah terlihat gelap dan sepertinya orang-orang sudah tidur.
Kemudian, ia merasa sesuatu,"Pergi dan berikan susu itu pada orang di rumah seberang jalan". Pria muda itu menatap rumah tsb. Gelap dan sepertinya orang-orang sedang pergi atau sudah tidur. Ia mulai membuka pintu tapi duduk kembali di jok mobilnya.
"Tuhan, ini gila. Orang-orang itu sedang tidur dan jika aku membangunkannya, mereka akan marah dan aku keliatan bodoh". Lagi, ia merasa seperti ia harus pergi dan memberikan susu itu.
Akhirnya, ia membuka pintu, "Baik Tuhan, jika ini Engkau, aku akan pergi ke pintu dan aku akan memberikan susu itu pada mereka. Jika Engkau ingin aku kelihatan seperti orang gila, baiklah. Kupikir dalam beberapa kali jika mereka tidak langsung menjawab, aku pergi dari sini.
Ia menyebrangi jalan dan membunyikan bel. Ia dapat mendengar beberapa suara di dalam. Sebuah suara laki-laki berteriak,"Siapa itu? Apa maumu?" Lalu pintu dibuka sebelum pria muda itu dapat pergi.
Laki-laki itu berdiri disitu dengan berpakaian jean dan kaos. Ia keliatan baru saja turun dari tempat tidur. Ada keanehan pada mukanya dan ia tidak keliatan sangat senang mendapati tamu sedang berdiri di muka pintunya. "Apa ini?"
Pria muda itu menyorongkan galon susunya,"Ini, kubawa untukmu"
Laki-laki itu mengambil susu itu, dan berlari ke dalam rumah. Dan dari dalam rumah keluar seorang wanita membawa susunya ke dapur. Laki-laki itu mengikutinya menggendong seorang bayi. Bayi itu menangis. Airmata jatuh dari wajah laki-laki itu. Laki-laki itu mulai berkata dan setengah menangis, "Kami baru saja berdoa. Kami punya hutang banyak bulan ini dan kami kehabisan uang. Kami tidak punya susu untuk bayi kami. Aku baru saja berdoa dan minta Tuhan tunjukkan aku bagaimana mendapatkan susu".
Istrinya dari dalam dapur berteriak,"Aku minta Dia kirimkan seorang malaikat membawakannya. Apakah kamu seorang malaikat?"
Pria muda itu menggapai dompetnya dan mengeluarkan semua uang yang ada padanya dan menaruhnya dalam tangan laki-laki itu. Ia membalikkan badan berjalan ke mobilnya dan airmata mengalir di wajahnya.
Ia tahu bahwa Tuhan masih menjawab doa-doa.
Ini benar-benar nyata. Kadang-kadang hal yang paling sederhana Tuhan minta kita melakukannya karena kita. Jika kita patuh pada apa yang Dia minta, dimampukan untuk mendengar. SuaraNya lebih jelas dari waktu ke waktu. Dengarkan dan patuh! Kau (dan dunia) akan diberkati. (Fil 4:13. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku)
Hidupku bukannya aku lagi tapi Yesus hidup dalamku ...

Rabu, 21 September 2011

Panah


Suatu ketika, hiduplah seorang bijak yang mahir memanah dan mempunyai tiga orang murid yang setia. Ketiga pemuda tersebut, amatlah tekun menerima setiap pelajaran yang diberikan oleh guru tuanya itu. Mereka bertiga sangat patuh, dan tumbuh menjadi 3 orang pemanah yang ulung. Telah banyak buruan yang mereka dapatkan. Bidikan mereka bertiga sangatlah jitu. Sampai suatu ketika, tibalah saat untuk ujian bagi ketiganya. 
Sang guru, kemudian memilih lokasi ujian di sekitar tempat mereka belajar. Pilihannya jatuh pada sebuah pohon besar dengan latar belakang gunung yang indah. Diletakkannya sebuah burung kayu, pada cabang pohon itu. Setelah mengambil jarak beberapa puluh meter, Ia lalu berkata, "Muridku, lihatlah ke arah gunung itu, apa yang akan kau bidik ..."
Murid pertama maju ke depan. Busur dan anak panah telah disiapkan. Dengan lantang, ia menjawab, "Aku melihat sebuah batang pohon. Itulah sasaran bidikanku." Sang guru tersenyum. Ia memberikan tanda, agar muridnya itu menunda bidikannya. Sesaat kemudian, murid yang kedua pun melangkah mendekat. "Bukan. Aku melihat sebuah burung. Itulah sasaran bidikanku. Biarkan aku memanahnya Guru," seru murid itu, "Nanti, kita bisa memanggang burung yang lezat untuk makan siang."
Sang guru kembali tersenyum. Diisyaratkan tanda agar jangan memanah dulu. Ia bertanya kepada murid yang ketiga. "Apa yang kau lihat ke arah gunung itu?" Murid ketiga terdiam. Ia mengambil sebuah anak panah. Direntangkannya tali busur, dibidiknya ke arah pohon tadi. Tali-tali itu menegang kuat. "Aku hanya melihat bola mata seekor burung-burungan kayu. Itulah bidikanku." Diturunkannya busur itu. Tali-tali panah tak lagi meregang. Sang Guru kembali tersenyum, namun kali ini, dengan rasa bangga yang penuh. 
"Muridku, sejujurnya, kalian semua layak untuk lulus ujian ini. Namun, ada satu hal yang perlu kalian ingat dalam memanah. Fokus. Sekali lagi, fokus. Tentukan bidikan kalian dengan cermat. Tujuan yang jelas, akan selalu meniadakan hal-hal yang menjadi penganggunya." Ia kembali melanjutkan, "Sebuah keberhasilan bidikan, akan ditentukan dari tingkat kesulitan yang dihadapinya. Sebuah pohon besar dan burung, tentu adalah sasaran yang paling mudah untuk didapat. Namun, bisa mendapatkan bidikan pada bola mata burung-burungan kayu, itulah yang perlu kalian terus latih."

Teman, memanah, adalah sama halnya dengan hidup. Kita pun perlu mempunyai fokus. Kita butuh sasaran dan tujuan. Memang, selalu ada banyak godaan-godaan pilihan yang harus dibidik. Selalu ada ribuan sasaran yang akan kita tuju dalam hidup. Ada bidikan yang sulit, dan ada pula bidikan yang sangat mudah. 
Namun, kita harus jeli. Kita wajib untuk cermat. Dan, sudahkan kita tentukan tujuan hidup kita dengan jeli dan dengan cermat? Tujuan yang terfokus, mungkin bukanlah hadir pada hal-hal yang besar. Tujuan yang terfokus, kerap ada pada sesuatu yang kecil, yang kadang sering dianggap remeh. Karena itulah mari, bidiklah setiap sasaran itu dengan jeli. Siapkanlah "busur dan panah" hidup kita dengan cermat. (Anonim)

Bersyukurlah atas pintu-pintu yang tertutup


Bersyukurlah  atas pintu-pintu yang tertutup! Bersyukurlah atas pintu-pintu yang tertutup! Belajarlah untuk memuji Tuhan sebanyak mungkin ketika  sebuah pintu tertutup bagi kita, sama seperti ketika sebuah pintu dibukakan  bagi kita. Alasan Allah menutup pintu-pintu adalah karena DIA tidak  menyediakan sesuatu bagi kita di balik pintu itu.
Jika DIA tidak  menutup pintu yang salah, kita tidak pernah menemukan pintu yang benar, Allah  mengarahkan jalan kita melalui pintu-pintu yang tertutup dan terbuka. Ketika  satu pintu ditutup, kita akan terdorong untuk mengubah rencana kita.
Pintu yang tertutup lainnya akan memaksa kita untuk  mengubah rencana lagi. Hingga akhirnya kita menemukan pintu yang terbuka dan  kita melangkah menuju berkat-2 bagi kita. Allah mengarahkan  jalan-jalan kita melalui pintu-pintu yang terbuka dan  tertutup, namun  biasanya bukannya memuji DIA karena pintu yang tertutup (yang justru  menghindarkan kita dari masalah) kita sering kali menjadi marah karena kita  "menilai atas apa yang tampak saja".
Kita selalu mendapat pertolongan  segera pada saat diperlukan. Karena Dia berjalan di atas kepala kita, DIA  dapat melihat masalah yang ada di sepanjang jalan yang akan kita lalui, lalu  DIA membangun penghambat jalan di sana atau bahkan membuat jalan berkelok.  Namun karena kebodohan kita, kita mencoba menghancurkan penghambat jalan atau  menyingkirkan tanda melalui jalan berkelok.
Kemudian, pada saat kita  menghadapi masalah, kita mulai menangis "Tuhan, mengapa Engkau melakukan hal  ini padaku?". Kita harusnya menyadari bahwa pintu yang tertutup dapat  merupakan suatu berkat.
Tidakkah dikatakanNYA bahwa Tidak ada kebaikan  yang akan disembunyikan dari orang yang mencintaiNYA ? Jika Engkau di-PHK  dari pekerjaanmu – pujilah Tuhan karena kesempatan-kesempatan baru yang akan  muncul - bisa saja suatu pekerjaan baru atau sekolah lagi.
Jika  seorang pria atau wanita tidak menyambut hatimu - mungkin bukan karena mereka  sendiri, tapi mungkin Tuhan yang mengatur sebuah penghambat jalan – atau mungkin Tuhan tidak memberikan mereka kepadamu karena Ia telah menyiapkan seseorang yang jauh lebih baik untukmu. (relakanlah).
Kita kadang-kadang dapat merangkap diri kita dalam  keraguan dan kekecewaan karena menilai apa yang tampak saja. Aku sungguh  bergembira karena banyak kali Bapa Kita telah menutup pintu-pintu bagiku  hanya untuk membukakan pintu dalam tempat yang tak terduga. Allah tidak akan  selalu mengatakan dengan kata-kata:"belok ke kiri, lalu ke kanan"........  kadang-kadang DIA hanya akan menutup pintu-pintu yang  salah.
God never closes a door, without opening a window.

Selasa, 20 September 2011

APA YANG MEMBUAT ALLAH TERSENYUM?




Teks : Kejadian 6-10.
          Senyuman Allah adalah tujuan hidup kita manusia.  Karena menyenangkan Allah adalah tujuan pertama hidup kita, maka tugas terpenting Anda ialah menemukan bagaimana melakukannya.  Alkitab berkata, berusahalah mengenal apa yang menyenangkan hati Kristus, lalu lakukanlah itu.”[1]  Untunglah, Alkitab memberi kita satu teladan yang jelas tentang sebuah kehidupan yang memberikan kesenangan bagi Allah.  Namanya adalah Nuh.
          Pada zaman Nuh, seluruh dunia telah rusak secara moral.  Setiap orang hidup bagi kesenangan mereka sendiri, bukan kesenangan Allah.  Allah tidak menemukan seorang pun di bumi yang tertarik untuk menyenangkan Dia, sehingga Allah berdukacita dan menyesal telah menciptakan manusia.  Allah begitu jijik terhadap umat manusia sehingga Dia berencana untuk memusnahkan manusia.  Akan tetapi, hanya ada satu manusia yang membuat Allah tersenyum.  Alkitab berkata, Tetapi Nuh sangat menyenangkan hati Tuhan.”[2] 
          Allah berkata, “orang ini mendatangkan kesenangan bagi-Ku. Dia membuat-Ku tersenyum.  Aku akan memulai lagi dengan keluarganya.”  Karena Nuh mendatangkan kesenangan bagi Allah, Anda dan saya dapat hidup sampai saat ini.
Dari kehidupannya kita melihat bahwa ada lima hal yang membuat Allah tersenyum.
  1. Allah tersenyum bila kita mengasihi Dia di atas segalanya.
Nuh mengasihi Allah lebih dari segala yang lain di dunia, bahkan ketika tidak seorang pun mengasihi Allah !  Alkitab memberitahu kita bahwa sepanjang hidupnya, Nuh senantiasa mengikuti kehendak Allah dan hidup dalam hubungan yang erat dengan Dia.[3]
              Inilah yang paling Allah inginkan dari kita yaitu suatu hubungan.  Inilah kebenaran yang paling menakjubkan di alam semesta, bahwa Pencipta kita ingin bersekutu dengan kita.  Allah menciptakan kita untuk mengasihi kita, dan Dia rindu agar kita membalas mengasihi Dia.  Allah berfirman, “ Aku tidak mengingini kurban-kurbanmu; Aku menginginkan kasihmu.  Aku tidak mengingini persembahan-persembahanmu; yang kuingini ialah agar kamu mengenal Aku.”[4] 
                   Allah benar-benar kita dan sebaliknya Ia ingin kita mengasihi Dia.  Dia rindu agar kita mengenal Dia dan menghabiskan waktu bersama-Nya.  Inilah sebabnya belajar untuk mengasihi Allah dan dikasihi oleh-Nya seharusnya menjadi tujuan hidup kita.  Tidak ada hal lain yang bisa menandingi pentingnya hal tersebut.  Yesus menyebutnya hukum yang terutama.  Dia berkata, “ Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.  Itulah hukum yang terutama dan yang pertama.[5]
  1. Allah tersenyum ketika kita mempercayai Dia sepenuhnya.
Alasan kedua Nuh menyenangkan Allah karena dia mempercayai Allah, bahkan ketika hal tersebut tidak masuk akal.  Alkitab berkata, Karena iman, Nuh membangun bahtera di tengah-tengah tanah kering.  Ia diperingatkan tentang sesuatu yang tidak kelihatan, lalu ia bertindak sesuai dengan apa yang disuruhkan kepadanya,. . .  sebagai hasilnya, Nuh menjadi akrab dengan Allah.[6]
Bayangkan situasi ini : suatu hari Allah mendatangi Nuh dan berkata, “Aku kecewa dengan umat manusia.  Di seluruh dunia, tidak seorang pun kecuali kau yang memikirkan-Ku.  Tetapi Nuh, ketika Aku melihatmu, Aku mulai tersenyum.  Aku senang dengan hidupmu, jadi Aku akan meliputi dunia dengan air bah dan memulai kembali dengan keluargamu.  Aku ingin kau membangun sebuah perahu raksasa yang akan menyelamatkanmu beserta binatang-binatang.” 
Ada tiga masalah yang bisa menyebabkan Nuh bimbang.
·         Nuh tidak pernah melihat hujan, karena sebelum air bah, Allah mengairi bumi dari dasar bumi.[7]
·         Nuh hidup ratusan mil dari samudra terdekat.  Meskipun  dia bisa belajar membangun bahtera, bagaimana dia bisa membawanya ke air ?
·         Ada masalah dalam mengumpulkan seluruh binatang dan kemudian memeliharanya.
Tetapi Nuh tidak mengeluh atau membuat alasan.  Dia mempercayai Allah sepenuhnya, dan hal tersebut membuat Allah tersenyum.  Mempercayai Allah sepenuhnya berarti memiliki iman bahwa Dia tahu apa yang terbaik bagi kehidupan kita.  Kita mengharap agar Dia memelihara janji-janji-Nya, membantu kita dengan masalah-masalah, dan melakukan hal yang mustahil bila perlu.  Alkitab berkata, “Tuhan senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya.[8]  
Nuh memerlukan 120 tahun untuk membangun bahtera tersebut.  Saya membayangkan bahwa dia menghadapi banyak hari yang melemahkan.  Tanpa adanya tanda hujan tahun demi tahun, dia dengan kasat dikritik sebagai “seorang yang gila yang berpikir bahwa Allah berbicara kepadanya.”  Saya membayangkan anak-anaknya seringkali malu dengan perahu raksasa yang sedang dibangun di halaman depan.  Namun, Nuh tetap mempercayai Allah. 
Dalam bidang kehidupan kita yang manakah kita perlu mempercayai Allah sepenuhnya ?  percaya adalah tindakan penyembahan.  Sama seperti orangtua disenangkan ketika anak-anak mempercayai kasih dan hikmat mereka, iman kita membuat Allah senang.  Alkitab berkata, “tanpa iman, tidak dapat seorang pun dapat menyenangkan hati Allah.” [9]
  1. Allah tersenyum ketika kita menaati Dia dengan sepenuh hati.
Menyelamatkan populasi binatang dari air bah yang melanda seluruh dunia membutuhkan perhatian besar terhadap logistik dan rincian.  Segala sesuatu harus dikerjakan sama seperti yang Allah tentukan.  Allah tidak berkata, “Bangunlah sebuah perahu tua yang kauinginkan, Nuh.”  Dia memberi petunjuk yang sangat rinci dalam ha ukuran, bentuk, dan bahan bahterah itu serta jumlah yang berbeda dari binatang-binatang yang akan dibawa dalam bahtera.  Alkitab memberi tahu kita tentang tanggapan Nuh: “Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.”[10] 
Perhatikan bahwa Nuh taat sepenuhnya (tidak ada petunjuk yang diabaikan), dan dia menaati dengan tepat (dalam cara dan waktu yang Allah inginkan agar bahterah itu selesai).  Inilah artinya sepenuh hati.  Tidak diragukan lagi Allah tersenyum kepada Nuh.
Andaikata Allah meminta kita untuk membangun sebuah perahu besar, tidaklah kita berpikir bahwa kita mungkin memiliki beberapa pertanyaan, keberatan, atau keengganan?  Nuh tidak.  Dia menaati Allah dengan segenap hati.  Itu berarti mengerjakan apapun yang Allah minta tanpa keengganan atau keraguan.  Kita tidak menunda dan berkata, “Saya akan mendoakannya.”  Kita melakukannya tanpa penundaan.  Setiap orang tua tahu bahwa ketaatan yang ditunda sebetulnya merupakan ketidaktaatan.


[1]  Efesus 5:10, terjemahan The Message (Colorado Springs: Navpres, 1993).

[2]  Kejadian 6:8, Firman Allah yang Hidup. 
  
[3]  Kejadian  6:9b, New Living translation.

[4]  Hosea 6:6, FAYH.

[5]  Matius 22:37-38.

[6]  Ibrani 11:7, Msg.

[7]  Kejadian 2:5-6.
[8]  Mazmur 141:11

[9]  Ibrani 11:6 (BIS)

[10] Kejadian 6:22; lihat juga Ibrani 11:7b.

Senin, 19 September 2011

Dan... Aku Tertinggal


Ya Tuhan, aku kesiangan! Mana ujian akhir lagi! Cuman sempat cuci muka dan aku langsung ambil kunci motor en ngeenggg ...! Ujian ini hidup matiku ... kalo gak lulus matilah aku. 
"Kak!" adikku memanggil dari halaman, rupanya dia mo ikut nebeng, paling nyampe pasar. Untung aku belon jauh. "Kak, aku ikut sampai swalayan!" dan ngeenggg! 
Aku jarang ngobrol sama adikku. Aku bilang dia rada aneh, terlalu fanatik. Musiknya aneh, bacaannya kampungan. Sering dia ngomong tentang Yesus. Aku sebel kalo dia udah ngomong gitu, nakut-nakutin saja. Katanya Tuhan hanya menjemput anakNya yang memenuhi syarat. Coba aku ingat-ingat syaratnya ... 
Pertama, kualifikasi murid yang diangkat, lantaran waktu Yesus terangkat ke surga 2000 tahun yang lalu, salah satu malaikat berkata kepada murid-murid Yesus, yakni murid, yang bakalan melihat kembali Tuhan turun kelak. Terus ... kualifikasi mempelai, soalnya Tuhan Yesus itu nanti bakalan jemput mempelaiNya buat pernikahan Anak Domba. Hehehe… emangnya aku pengantin! Katanya Tuhan Yesus mencari mempelai yang pastinya sudah dewasa rohani dan tidak kekanak-kanakan. 
Teruss ... Kualifikasi pemenang, lantaran cuma pemenang yang akan dapat mahkota, dan yang cuma dapat mahkota yang bakalan diangkat, kan abis pengangkatan itu di surga dibagikan mahkota sesuai pekerjaannya di bumi, katanya .... 
Ahhh ... aku cukup jadi orang Kristen saja. Pokoknya ke gereja ... ya baca alkitab kadang-kadang. Doa? Emm lumayan, kayak kemarin aku doa biar ujian lulus. Tapi gak usah fanatiklah! Masih banyak waktu, sayang masa muda dibuat sibuk, cuma buat Tuhan- Tuhan- Tuhan. 
"Kak ...," tiba-tiba adikku berbisik, " ... selamat tinggal!" 
Apanya yang selamat tinggal? Mau turun disini? Sayup- sayup aku dengar musik dari mobil bobrok sebelahku di perempatan. Tapi tiba-tiba di antara musik itu aku dengar suara trompet dan paduan suara ... Aneh, aku penasaran ... rupanya suara itu datang dari atas langit! Aku mendongak. Ya ampun!!! Mulutku menganga ... aku mau teriak, mau kasih tahu sama semua orang apa yang aku lihat. Hei, ternyata semua orang melihat ke atas, jalanan terhenti, pintu-pintu mobil terbuka, orang-orang di swalayan berhamburan keluar, pedagang-pedagang meninggalkan dagangannya, Semua melihat ke atas. 
Suara itu makin jelas, dan aku lihat langit terbuka seperti tirai atau sungai warna-warni, dan malaikat-malaikat ... Ribuan malaikat membawa terompet mengumandangkan sebuah lagu. Cahaya berhamburan ke atas bumi, kristal-kristal tajam dengan campuran seluruh warna yang pernah dikenal sewaktu aku belajar komposisi warna di studio dan ada pula warna-warna yang belum pernah aku lihat. Langit penuh! Aku yakin pemandangan ini bisa dilihat dari seluruh penjuru bumi. Ribuan malaikat meluncur mengepakkan sayapnya, gaduh, tapi merdu, nyanyian itu ... Kudus-kudus ... jelas sekali di telingaku ...
Tiba-tiba semuanya berhenti, suara gaduh itu, suara terompet itu, musik ... berhenti. Malaikat berhenti mengepakan sayapnya, angin berhenti bertiup, awan berhenti bergerak ..., dan tiba-tiba muncul perlahan dari antara awan-awan putih itu dan ... dan ... aku ... aku ... tak sanggup berdiri, semua orang seperti terpatah lututnya, semuanya tersungkur, sosok Kristus dengan atribut seorang Raja, mahkotaNya berkilauan, cahaya yang berhamburan dari antara jubahnya, mata seperti aliran sungai jernih, kemuliaan tak terkatakan, muncul dari balik awan bergelombang ... dan telingaku tak mendengar apa-apa, selain ... "Aku-lah Alfa dan Omega ...." 
Zap! Cahaya-cahaya seperti blitz serentak muncul dari antara orang-orang. Aku lihat kiri-kanan banyak orang menghilang ... Adikku! Adikku! Aku melihat ke atas, Yesus perlahan-lahan menghilang ... kali ini dengan ribuan orang berbaju putih kemilauan, mengiringiNya. 
Aku tersungkur. Apa yang dikatakan adikku benar, pengangkatan itu terjadi, dan aku tertinggal. 
Masih ada waktu!!! Bertobatlah dan berjaga-jagalah. Tetap pertahankan imanmu, sebarkan berita baik bahwa Yesus akan segera datang kembali, jangan sekalipun menyangkal Yesus meski apapun yang diperbuat orang kepadamu. Tetaplah bertahan! 
Ya, Yesus akan segera datang !!!! (Anonim)

JESUS LOVES U

Pada setiap minggu siang, yaitu sesudah ibadah pagi berakhir, Pak Pendeta dengan anak laki-lakinya yang berumur 11 tahun selalu pergi ke kota untuk membagikan traktat. Namun pada hari Minggu siang itu udara di luar terasa sangat dingin karena hujan telah menyirami bumi sejak pagi. 
Ketika saat untuk membagikan traktat tiba, anak laki-laki itu mulai bersiap-siap mengenakan baju hangatnya dan berkata, "Aku sudah siap, Pa!"
"Siap untuk apa?" Pendeta itu menjawab.
"Pa, bukankah ini waktu bagi kita untuk membagikan traktat-traktat ini?"
Pendeta itu menjawab, "Nak ... di luar udara sangat dingin dan hujan masih turun."
Anak itu memandang papanya dengan penuh keheranan, "Tapi Pa, meskipun hujan turun, bukankah masih ada banyak orang yang belum mengenal Yesus dan mereka nanti akan masuk neraka?"
Pendeta itu menjawab, "Tapi nak ... aku tidak ingin pergi dalam cuaca seperti ini."
Dengan sedih anak itu memohon, "Pa ... aku harus pergi, boleh, kan?"
Pendeta itu ragu-ragu sejenak lalu berkata, "Kamu tetap ingin pergi? Kalau begitu, ini traktat-traktatnya dan hati-hatilah di jalan, ya."
"Terima kasih, Pa!!!" Lalu anak itu bergegas meninggalkan rumah dan pergi menembus hujan dan udara luar yang sangat dingin.
Anak laki-laki berusia sebelas tahun ini berjalan di sepanjang jalan-jalan kota sambil membagi-bagikan traktat Injil dari rumah ke rumah. Setiap orang yang ditemuinya di jalan diberinya traktat. 
Sesudah 2 jam berjalan di tengah-tengah hujan, anak ini menggigil kedinginan tapi masih ada satu traktat Injil terakhir yang masih di tangannya. Lalu ia berhenti di suatu sudut jalan dan mencari seseorang yang dapat diberinya traktat, tapi jalanan itu sudah sepi sama sekali.
Lalu ia menuju ke rumah pertama yang dilihatnya di ujung jalan itu. Ia berjalan mendekati pintu depan rumah itu dan membunyikan bel.
Setelah ia memencet bel, tidak ada jawaban dari dalam. Lalu ia memencet bel lagi dan lagi, tapi tetap tidak ada jawaban. Ditunggunya lagi beberapa waktu, namun masih saja tidak ada jawaban. Akhirnya, anak laki-laki ini memutuskan untuk pergi, tapi ada sesuatu yang mencegah keinginannya untuk pergi, maka sekali lagi, dia menuju pintu, memencet bel dan mengetuk pintu keras-keras dengan tangannya.
Ia menunggu, ada perasaan kuat yang membuatnya tetap ingin menunggu di depan rumah itu. Dia memencet bel lagi, dan kali ini pintu itu perlahan-lahan dibuka.
Nampak seorang wanita yang berwajah sedih berdiri di depan pintu. Wanita itu dengan pelan bertanya, "Ada apa, nak? Apa yang dapat kulakukan untukmu?"
Dengan mata bersinar-sinar dan tersenyum, anak laki-laki ini berkata, "Ibu, maafkan aku karena mengganggumu, tapi aku hanya ingin mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihimu, dan aku datang ke rumah ini untuk memberikan traktat Injil terakhir yang aku miliki. Traktat Injil ini akan menolong Ibu untuk dapat mengetahui segala sesuatu tentang Yesus dan Kasih-Nya yang besar."
Anak itu memberikan traktat terakhirnya kepada wanita itu dan ia segera pergi. Saat beranjak pergi, wanita itu berkata, "Terima kasih, Nak! Tuhan memberkatimu!"
Hari Minggu berikutnya, Pak Pendeta, papa dari anak laki-laki tadi, berdiri di balik mimbar dan memulai ibadahnya dengan pertanyaan, "Adakah di antara jemaat yang ingin memberikan kesaksian atau ingin membagikan sesuatu?"
Di barisan kursi paling belakang, seorang wanita terlihat perlahan-lahan berdiri. Saat ia mulai bicara, nampak wajahnya berseri-seri dan ia berkata, "Tidak satupun di antara anda yang mengenal aku. Aku belum pernah ke gereja ini sebelumnya. Anda perlu ketahui, hari Minggu yang lalu aku bukanlah seorang Kristen. Suamiku telah meninggal beberapa waktu yang lalu dan meninggalkan aku sendiri di dunia ini."
"Hari Minggu yang lalu," lanjut wanita itu, "dinginnya hatiku melebihi dinginnya cuaca dan hujan di luar rumah. Aku berpikir aku tidak kuat dan tidak sanggup lagi untuk hidup. Lalu aku mengambil tali dan sebuah kursi, kemudian naik tangga menuju ke loteng rumah. Aku mengencangkan ikatan tali kuat-kuat di palang kayu penopang atap, lalu berdiri di kursi dan mengikatkan ujung tali yang lain di leherku. Aku berdiri di kursi itu dengan hati yang hancur. Saat aku hendak menendang kursi itu, tiba-tiba bel rumahku berbunyi nyaring."
"Aku menunggu beberapa saat sambil bertanya dalam hati, 'siapakah yang membunyikan bel itu?'. Aku menunggu lagi, karena bel itu berkali-kali berbunyi dan semakin lama kedengarannya semakin nyaring, apalagi ketika terdengar ketokan pintu. 'Siapa yang melakukan hal ini?' tanyaku dalam hati, 'Tak ada orang yang pernah membunyikan bel rumah dan mengunjungiku'. Lalu aku mengendorkan ikatan di leherku dan bel yang berbunyi mengiringi langkahku menuju pintu depan di lantai bawah."
"Ketika kubuka pintu, aku hampir tidak percaya dengan apa yang aku lihat, karena di teras rumahku berdiri seorang anak anak laki-laki yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Wajahnya berseri-seri seperti malaikat dan senyumnya ... oh ... aku tidak dapat menggambarkannya pada anda! Dan perkataan yang diucapkannya sungguh menyentuh hatiku yang telah lama beku, 'Ibu, aku hanya ingin mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihimu.' Lalu dia memberiku traktat Injil yang saat ini kupegang."
"Saat malaikat kecil itu menghilang dari rumahku, menembus dingin udara dan hujan, aku menutup pintu dan membaca setiap kata dalam traktat Injil ini. Aku kembali ke loteng untuk mengambil tali dan kursi yang akan kupakai untuk bunuh diri, karena aku sudah tidak membutuhkannya lagi. Anda lihat, sekarang aku seorang Anak Raja yang bahagia dan karena ada alamat gereja ini di bagian belakang traktat, maka aku datang ke tempat ini untuk mengucapkan terima kasih pada malaikat kecil yang datang tepat pada waktu aku membutuhkannya. Tindakannya itu telah menyelamatkan jiwaku dari hukuman neraka yang kekal."
Seluruh jemaat di gereja itu meneteskan air mata. Seiring dengan pujian syukur yang dinaikkan untuk memuliakan Raja, yang bergema di setiap sudut bangunan gereja, Pak Pendeta turun dari mimbar dan pergi menuju ke bangku di barisan depan, tempat di mana "malaikat kecil" itu duduk. 
Pak Pendeta itu menangis tak tertahankan dalam pelukan anaknya. (Anonim)